Melihat euforia kelulusan di Indonesia, sistem pendidikan kita kerap kali penuh dengan drama. Berbagai acara seremonial yang menguras emosi dan menghabiskan biaya besar, namun sayangnya kualitas pendidikan yang dihasilkan masih jauh dari harapan.
Pertanyaan mendasar yang perlu kita ajukan: apakah kemeriahan acara kelulusan berbanding lurus dengan kualitas pembelajaran? Ataukah kita terjebak dalam budaya "pencitraan" yang lebih mengutamakan penampilan daripada substansi?
Pendidikan seharusnya fokus pada pengembangan karakter, penguasaan kompetensi, dan pembentukan generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan. Bukan pada seberapa megah upacara wisuda atau seberapa meriah perayaan kelulusan.
Saatnya kita mengarahkan energi dan sumber daya pada hal-hal yang benar-benar penting: peningkatan kualitas guru, penyediaan fasilitas pembelajaran yang memadai, dan pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Sekolah tanpa drama bukan berarti sekolah yang membosankan, melainkan sekolah yang lebih fokus pada esensi pendidikan itu sendiri.
No comments yet.
Temukan bacaan yang memperkaya keilmuan Anda.
Ketika Pengabdian Berakhir dengan Ketidakadilan: PHK Sepihak di Lembaga Pendidikan
Di balik gedung-gedung megah lembaga pendidikan, tersimpan …
Dilema Jenjang Karir di Yayasan: Ketika Pengabdian Bertemu Ketidakpastian
Kisah Seorang Pengabdi yang Terlupakan
Di …
Kisah Pilu Pekerja 10 Tahun tanpa Status PKWTT: Ketika Pengabdian Bertemu Ketidakpastian
Di sebuah sudut lembaga pendidikan yang ramai …
Homo Homini Lupus: Refleksi tentang Sifat Dasar Manusia
"Homo homini lupus" - manusia adalah serigala …