Di balik gedung-gedung megah lembaga pendidikan, tersimpan cerita kelam yang jarang terungkap. Seorang ustadz yang telah mengabdi puluhan tahun terpaksa harus menerima surat pemberhentian tanpa penjelasan yang memadai.
"Aku yang telah lama mengabdi di lembaga pendidikan itu, tapi kenapa aku terpaksa diberhentikan dengan alasan yang tidak jelas," keluhnya dengan mata berkaca-kaca.
Pernyataan yang penuh emosi - "Demi Allah aku tidak akan maafkan sampai di akhirat" - bukan sekadar ungkapan kemarahan. Ini adalah jeritan jiwa seorang pendidik yang merasa dikhianati oleh sistem yang seharusnya melindunginya.
Mengapa PHK Sepihak Begitu Menyakitkan?
1. Krisis Identitas Mendalam
Bagi seorang pendidik, mengajar bukan sekadar pekerjaan. Ini adalah identitas, panggilan jiwa, bahkan bentuk ibadah. Ketika identitas tersebut dirampas secara tiba-tiba, dampak psikologisnya luar biasa berat.
2. Trauma Kepercayaan
Ketika lembaga yang dipercaya selama bertahun-tahun tiba-tiba memutus hubungan tanpa penjelasan, kepercayaan yang telah dibangun hancur berkeping-keping.
3. Beban Finansial dan Sosial
PHK mendadak tidak hanya berdampak pada ekonomi keluarga, tetapi juga status sosial di masyarakat.
Fenomena Gunung Es
Kasus ustadz ini bukanlah kejadian terisolasi. Data menunjukkan bahwa:
- Semakin banyak pendidik yang mengalami nasib serupa
- Mayoritas PHK dilakukan tanpa proses yang transparan
- Banyak korban yang memilih diam karena takut, padahal bisa diperkarakan dengan bukti yang banyak.
"Ini seperti fenomena gunung es. Yang terlihat hanya sedikit, padahal di bawahnya masih banyak kasus serupa yang tidak terungkap," kata seorang aktivis pendidikan yang tidak ingin disebutkan namanya.
Dampak Sistemik yang Mengkhawatirkan
Terhadap Kualitas Pendidikan
- Ketidakstabilan SDM mengganggu kontinuitas pembelajaran
- Pendidik yang tersisa menjadi demotivasi dan khawatir
- Kualitas pengajaran menurun akibat pergantian guru yang terus-menerus
Terhadap Citra Institusi
- Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan menurun
- Calon pendidik berkualitas enggan bergabung, karena tidak ada kebanggaan terhadap lembaga pendidikan itu.
- Reputasi institusi atau lembaga pendidikan di mata publik terkikis
- Tidak ada rasa aman, siapapun bisa dipecat.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah Perlu:
- Memperkuat pengawasan terhadap lembaga pendidikan swasta
- feodalisme pada sistem lembaga pendidikan swasta mengakibatkan rusaknya mutu pendidikan
- Menyediakan mekanisme pengaduan yang efektif untuk para guru
- Menerapkan sanksi bagi institusi atau lembaga yang melanggar aturan terutama undang-undang ketenaga kerjaan.
Masyarakat Dapat:
- Memberikan dukungan moral kepada korban
- Menyuarakan ketidakadilan melalui media sosial
- Memilih lembaga pendidikan yang menghargai pendidiknya
Mencari Jalan Keluar
Cerita ustadz yang merasa dikhianati adalah alarm bagi kita semua. Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang paling menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Pernyataan "tidak akan memaafkan sampai di akhirat" mungkin terdengar ekstrem, tetapi ini adalah refleksi dari rasa sakit yang mendalam. Sakit karena pengabdian yang tulus tidak dihargai, sakit karena diperlakukan tidak adil, dan sakit karena merasa dibuang seperti barang bekas.
Kesimpulan
PHK sepihak di lembaga pendidikan bukan hanya masalah individual, tetapi krisis sistemik yang membutuhkan perhatian serius. Ketika pendidik - yang seharusnya menjadi ujung tombak pencerdasan bangsa - diperlakukan tidak adil, maka masa depan pendidikan kita pun dipertaruhkan.
Saatnya semua pihak bergerak bersama: lembaga pendidikan harus lebih transparan, pemerintah harus lebih tegas mengawasi, dan masyarakat harus lebih peduli terhadap nasib para pendidik.
Karena pada akhirnya, ketika kita menghormati pendidik, kita sedang menghormati masa depan bangsa itu sendiri.