Di balik gedung-gedung megah lembaga pendidikan, tersimpan cerita kelam yang jarang terungkap. Seorang ustadz yang telah mengabdi puluhan tahun terpaksa harus menerima surat pemberhentian tanpa penjelasan yang memadai.
"Aku yang telah lama mengabdi di lembaga pendidikan itu, tapi kenapa aku terpaksa diberhentikan dengan alasan yang tidak jelas," keluhnya dengan mata berkaca-kaca.
Pernyataan yang penuh emosi - "Demi Allah aku tidak akan maafkan sampai di akhirat" - bukan sekadar ungkapan kemarahan. Ini adalah jeritan jiwa seorang pendidik yang merasa dikhianati oleh sistem yang seharusnya melindunginya.
Bagi seorang pendidik, mengajar bukan sekadar pekerjaan. Ini adalah identitas, panggilan jiwa, bahkan bentuk ibadah. Ketika identitas tersebut dirampas secara tiba-tiba, dampak psikologisnya luar biasa berat.
Ketika lembaga yang dipercaya selama bertahun-tahun tiba-tiba memutus hubungan tanpa penjelasan, kepercayaan yang telah dibangun hancur berkeping-keping.
PHK mendadak tidak hanya berdampak pada ekonomi keluarga, tetapi juga status sosial di masyarakat.
Kasus ustadz ini bukanlah kejadian terisolasi. Data menunjukkan bahwa:
"Ini seperti fenomena gunung es. Yang terlihat hanya sedikit, padahal di bawahnya masih banyak kasus serupa yang tidak terungkap," kata seorang aktivis pendidikan yang tidak ingin disebutkan namanya.
Cerita ustadz yang merasa dikhianati adalah alarm bagi kita semua. Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang paling menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Pernyataan "tidak akan memaafkan sampai di akhirat" mungkin terdengar ekstrem, tetapi ini adalah refleksi dari rasa sakit yang mendalam. Sakit karena pengabdian yang tulus tidak dihargai, sakit karena diperlakukan tidak adil, dan sakit karena merasa dibuang seperti barang bekas.
PHK sepihak di lembaga pendidikan bukan hanya masalah individual, tetapi krisis sistemik yang membutuhkan perhatian serius. Ketika pendidik - yang seharusnya menjadi ujung tombak pencerdasan bangsa - diperlakukan tidak adil, maka masa depan pendidikan kita pun dipertaruhkan.
Saatnya semua pihak bergerak bersama: lembaga pendidikan harus lebih transparan, pemerintah harus lebih tegas mengawasi, dan masyarakat harus lebih peduli terhadap nasib para pendidik.
Karena pada akhirnya, ketika kita menghormati pendidik, kita sedang menghormati masa depan bangsa itu sendiri.
No comments yet.
Temukan bacaan yang memperkaya keilmuan Anda.
Ketika Pengabdian Berakhir dengan Ketidakadilan: PHK Sepihak di Lembaga Pendidikan
Di balik gedung-gedung megah lembaga pendidikan, tersimpan …
Dilema Jenjang Karir di Yayasan: Ketika Pengabdian Bertemu Ketidakpastian
Kisah Seorang Pengabdi yang Terlupakan
Di …
Kisah Pilu Pekerja 10 Tahun tanpa Status PKWTT: Ketika Pengabdian Bertemu Ketidakpastian
Di sebuah sudut lembaga pendidikan yang ramai …
Homo Homini Lupus: Refleksi tentang Sifat Dasar Manusia
"Homo homini lupus" - manusia adalah serigala …