اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ.
Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah,
Hari ini kita berkumpul dalam suasana kemenangan: kemenangan melawan hawa nafsu, kemenangan meraih ketakwaan. Namun, di tengah gegap gempita kemajuan zaman, pertanyaan besar menggelayut: Bagaimana kita menjaga kemurnian iman sekaligus menjadi relevan di era yang terus berubah?
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ
“Dan demikianlah Kami menjadikan kalian umat pertengahan (adil) agar kalian menjadi saksi atas manusia.” (QS. Al-Baqarah: 143).
Di era digital, kita dihadapkan pada dua kutub: antara hyper-religious yang menutup diri dari perubahan, dan liberal yang menanggalkan identitas keislaman. Umat pertengahan adalah mereka yang memegang prinsip agama, tetapi terbuka pada kemajuan.
Bijak Bermedia Sosial: Jangan sampai gadget memutus silaturahmi. Gunakan teknologi untuk menyebar kebaikan, bukan ghibah atau kebencian.
Kritis terhadap Informasi: Di zaman hoaks, kita diajarkan Nabi untuk tabayyun (cek kebenaran). Jangan mudah menyebar berita tanpa verifikasi.
Refleksi: Apakah akun media sosial kita sudah menjadi dakwah bil-hikmah, atau justru merusak ukhuwah?
Selama Ramadhan, kita melatih diri untuk disiplin, empati, dan zuhud. Tapi, jangan sampai nilai-nilai itu lenyap seiring berakhirnya bulan suci.
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Supaya kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21).
Takwa bukan sekadar ritual, tapi etika universal yang harus dihidupkan dalam segala aspek:
Ekologi: Menjaga lingkungan adalah bagian dari syukur. Plastik sekali pakai, boros energi, dan polusi bertentangan dengan prinsip khalifah fil ardh.
Ekonomi: Zakat dan sedekah bukan hanya ritual tahunan, tapi solusi konkret bagi kesenjangan sosial. Di era kapitalistik, keadilan ekonomi adalah jihad kontemporer.
Pertanyaan: Setelah Ramadhan, apakah kita kembali ke kebiasaan lama, atau melanjutkan "revolusi diri" untuk menjadi lebih baik?
Nabi Muhammad ﷺ diutus untuk menyempurnakan akhlak. Di era kini, akhlak mulia harus diwujudkan dalam bentuk:
Mental Health Awareness: Jangan stigmatisasi orang yang depresi. Islam mengajarkan tadarruj (proses bertahap) dalam memperbaiki diri.
Merangkul Generasi Muda: Mereka adalah masa depan umat. Berdialog dengan bahasa mereka, pahami kegelisahan mereka, dan tuntun dengan teladan.
Antiradikalisme: Islam rahmatan lil alamin menolak kekerasan. Jihad terbesar adalah melawan kebodohan dan ketidakadilan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad).
Khusus untuk Muslimah, Ramadhan mengajarkan kita bahwa peran perempuan dalam Islam bukan sekadar simbol, tapi agen perubahan yang aktif. Di tengah tantangan zaman, kaum wanita dituntut untuk:
Menjadi Garda Terdepan Pendidikan Keluarga
Nabi ﷺ bersabda:
اَلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Di era digital, mendidik anak bukan hanya tentang transfer ilmu, tapi juga filter nilai: menjaga mereka dari konten negatif, sekaligus menanamkan akhlak Qurani.
Merawat Diri Tanpa Tergilas Arus Materialisme
Allah سبحانه وتعالى memuji perempuan yang qanitah (taat) dan hafizhatun lil-ghaib (menjaga diri dan hak orang lain) (QS. An-Nisa: 34).
Jangan sampai obsesi pada penampilan atau standar sosial di media sosial mengikis rasa syukur.
Kecantikan sejati adalah ketenangan jiwa yang lahir dari kedekatan dengan Allah.
Berkontribusi di Ruang Publik dengan Identitas Keimanan
Seperti Khadijah (pengusaha), Aisyah (intelektual), atau Nusaybah (pejuang), muslimah masa kini bisa menjadi profesional tanpa mengorbankan nilai Islam.
Gunakan platform digital untuk inspirasi, bukan kompetisi tidak sehat.
Penutup
Jamaah yang dirahmati Allah,
Idul Fitri bukan akhir perjuangan, tapi awal untuk membumikan nilai-nilai Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah arus modernitas, kita harus menjadi Muslim yang adaptif tanpa kehilangan identitas, kritis tanpa kehilangan kasih sayang, dan produktif tanpa melupakan akhirat.
Mari tutup khutbah ini dengan doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مُصْلِحِينَ غَيْرَ مُفْسِدِينَ، وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
No comments yet.
Temukan bacaan yang memperkaya keilmuan Anda.
Peringatan Islam dan Sains: Bahaya Pornografi yang Merusak Akal dan Akhlak
Ketika Kecerdasan dan Gelar Tak Mampu Melindungi …
Menyiapkan Pendidikan di Era AIGen: Tantangan, Inovasi, dan Relevansi Tujuan Pembelajaran
Dunia pendidikan global sedang mengalami transformasi besar-besaran …
Menjadi Muslim yang Kontemporer: Merawat Iman di Tengah Pusaran Zaman
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ
…
Seni Kepemimpinan Transformatif: Strategi Memberdayakan Tim di Era Digital
Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa beberapa tim tampak …