Diplomasi Cerdas Melawan Proteksionisme AS: Mengapa Vietnam Unggul dari Indonesia

Diplomasi Cerdas Melawan Proteksionisme AS: Mengapa Vietnam Unggul dari Indonesia.

Foto profil Sukri A Sangadji, S.Si, M.Si
Sukri A Sangadji, S.Si, M.Si

Guru di PKBM Tadib Yogyakarta

Posted at July 15, 2025, 10:35 a.m.

Di era globalisasi yang terus berubah, negara-negara dituntut untuk semakin cerdik dalam merancang strategi diplomasi ekonomi mereka. Terlebih lagi, dengan munculnya kebijakan-kebijakan yang cenderung proteksionis dari kekuatan ekonomi besar seperti Amerika Serikat, pemahaman mendalam tentang prioritas mereka menjadi kunci. Artikel ini akan mengupas bagaimana negara-negara dapat menavigasi lanskap ekonomi global, khususnya dalam menghadapi kebijakan kapitalis Amerika, dengan mengambil pelajaran berharga dari studi kasus Vietnam dan Indonesia.

 

Memahami Prioritas Ekonomi Amerika: Mengapa Angka Berbicara Lebih Keras

 

Untuk berhasil dalam arena diplomasi dengan Amerika Serikat, terutama di bawah pemerintahan yang berorientasi bisnis seperti era Trump, negara-negara harus memahami satu hal krusial: fokus utama Amerika adalah pada keuntungan ekonomi konkret. Ini berarti pengurangan defisit perdagangan dan peningkatan ekspor Amerika ke pasar global. Bagi Washington, angka-angka ini seringkali lebih penting daripada aliansi politik tradisional atau pertimbangan ideologis.

Studi Kasus Kontras: Vietnam vs. Indonesia

Mari kita telaah dua pendekatan yang sangat berbeda dalam menghadapi ancaman tarif dan tuntutan perdagangan dari Amerika Serikat, yang menghasilkan hasil yang kontras.

Vietnam: Pragmatisme yang Membuahkan Hasil Gemilang

Vietnam, sebuah negara yang secara ideologis berhaluan sosialis—sebuah kontras tajam dengan kapitalisme Amerika—menunjukkan strategi diplomasi yang sangat pragmatis dan efektif. Ketika dihadapkan pada ancaman tarif dari Presiden Trump, Vietnam tidak gentar. Mereka merespons dengan tawaran yang berani: tarif 0% untuk produk-produk Amerika yang masuk ke pasar mereka.

Hasilnya? Vietnam berhasil mencapai kesepakatan di mana mereka hanya dikenakan tarif 20% untuk ekspor mereka ke AS, sambil mendapatkan akses penuh ke pasar Vietnam bagi produk-produk Amerika. Ini adalah kemenangan diplomatik yang signifikan. Mengapa? Karena Vietnam berhasil memberikan apa yang paling diinginkan Amerika: keuntungan ekonomi langsung dan akses pasar yang luas.

Indonesia: Niat Baik Saja Tidak Cukup

Berbeda dengan Vietnam, Indonesia, yang secara tradisional merupakan sekutu dekat Amerika, mengambil pendekatan yang berbeda. Indonesia menawarkan pembelian barang Amerika senilai $34 miliar sebagai upaya untuk meredakan ketegangan perdagangan. Meskipun ini adalah tawaran yang substansial dan menunjukkan niat baik, serta didukung oleh potensi investasi besar melalui dana kekayaan negara Danantara, respons dari pemerintahan Trump jauh dari antusias.

Pada akhirnya, Indonesia justru menghadapi tarif 32% untuk beberapa produk ekspornya ke Amerika. Ini menjadi kejutan bagi banyak pihak di Jakarta, yang merasa bahwa status aliansi dan tawaran pembelian seharusnya membuahkan hasil yang lebih baik.

Analisis Perbandingan: Mengapa Ada Pemenang dan yang Kurang Beruntung?

Mengapa strategi Vietnam terbukti lebih berhasil dibandingkan Indonesia? Ada beberapa faktor kunci yang dapat kita identifikasi:

  • Akses Pasar Penuh vs. Hanya Pembelian: Vietnam menawarkan akses total ke pasar domestiknya bagi produk Amerika. Ini bukan sekadar janji pembelian, melainkan peluang jangka panjang bagi perusahaan Amerika untuk berkembang di Vietnam. Sebaliknya, Indonesia lebih fokus pada peningkatan impor tanpa memberikan akses pasar yang komprehensif.

  • Tarif Nol vs. Tawaran Pembelian: Langkah Vietnam untuk mengeliminasi tarif sepenuhnya bagi produk Amerika adalah isyarat ekonomi yang sangat kuat. Ini menunjukkan komitmen nyata untuk memfasilitasi perdagangan dua arah yang menguntungkan Amerika. Tawaran pembelian Indonesia, meskipun besar, terasa lebih seperti transaksi satu kali daripada pembukaan pasar yang struktural.

  • Timing yang Tepat vs. Respons Lambat: Vietnam menunjukkan respons yang cepat dan tegas terhadap ancaman tarif dari Washington. Kemampuan untuk bergerak cepat dan proaktif dalam diplomasi ekonomi seringkali sangat krusial. Indonesia, di sisi lain, mungkin terlihat kurang responsif terhadap "sinyal-sinyal" yang diberikan oleh Washington.

  • Leverage yang Dimanfaatkan: Meskipun Indonesia adalah sekutu dan menawarkan investasi signifikan, mereka mungkin tidak memanfaatkan posisi strategisnya secara optimal dalam konteks negosiasi perdagangan. Vietnam, meskipun bukan sekutu tradisional, berhasil mengidentifikasi dan memanfaatkan leverage ekonominya dengan sangat cerdik.

Pelajaran Berharga untuk Diplomasi Ekonomi di Masa Depan

Strategi Vietnam memberikan pelajaran penting bagi negara-negara lain dalam menghadapi kebijakan proteksionis, terutama dari kekuatan ekonomi besar seperti Amerika Serikat:

  1. Berikan Keuntungan Ekonomi Konkret: Dalam diplomasi perdagangan modern, angka-angka berbicara lebih keras daripada kata-kata. Yang terpenting adalah memberikan keuntungan ekonomi yang jelas dan terukur, seperti akses pasar yang luas dan pengurangan hambatan perdagangan.

  2. Pragmatisme Mengalahkan Ideologi: Terkadang, pertimbangan ideologis atau hubungan politik tradisional harus dikesampingkan demi pendekatan yang pragmatis dan berorientasi pada hasil. Vietnam, sebagai negara sosialis, menunjukkan bahwa prinsip-prinsip ekonomi dapat mengatasi perbedaan ideologi jika ada keuntungan yang jelas bagi semua pihak.

  3. Responsif dan Proaktif: Kemampuan untuk merespons dengan cepat dan proaktif terhadap ancaman atau peluang dalam diplomasi ekonomi dapat menjadi penentu keberhasilan.

Kesimpulan

Menghadapi kebijakan kapitalis Amerika yang cenderung proteksionis membutuhkan strategi diplomasi yang cerdik, berani, dan berorientasi pada hasil. Kisah Vietnam dan Indonesia menjadi bukti nyata bahwa pemahaman mendalam tentang prioritas ekonomi mitra negosiasi, dikombinasikan dengan respons yang tepat waktu dan penawaran yang konkret, adalah kunci untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Dalam lanskap ekonomi global yang terus bergejolak, pragmatisme ekonomi akan selalu menjadi mata uang yang paling berharga.

Comments

No comments yet.

Add a comment

Artikel Terbaru

Temukan bacaan yang memperkaya keilmuan Anda.

Hubungi Edutadib via WhatsApp